Oyot: Dampak Mitos Pohon Pachira terhadap Tren Tanaman Hias

Mitos Pohon Pachira
Written by Kak Oyot in Mitos.

Mitos pohon pachira bukan hanya sekadar cerita turun-temurun, melainkan sudah menjadi bagian dari strategi pemasaran dan gaya hidup urban masa kini. Tanaman ini, yang dikenal juga sebagai “money tree”, sering dikaitkan dengan keberuntungan, kemakmuran, dan energi positif. Kepercayaan ini menyebar dengan cepat, khususnya di kota-kota besar di Asia, dan mendorong lonjakan permintaan terhadap pachira sebagai tanaman hias. Dampaknya terasa jelas: toko tanaman kehabisan stok, harga melonjak, dan para penghobi tanaman mulai memburunya bukan semata karena bentuknya, tetapi karena mitos pohon pachira yang diyakini membawa hoki.

Bagi sebagian orang, membeli pachira bukan soal estetika, tapi simbol harapan. Mereka menaruhnya di sudut rumah atau kantor, meyakini bahwa keberadaan pachira akan memperlancar rezeki. Mitos pohon pachira menyelinap ke dalam pikiran konsumen dan mengubah pola pikir masyarakat terhadap fungsi tanaman hias. Bila dulu orang memilih tanaman karena keindahan atau kemudahan perawatan, kini motivasinya bergeser: tanaman harus memiliki makna spiritual atau energi tertentu. Tren ini jelas dipicu oleh narasi yang dibentuk dari mitos pohon pachira.

Tidak bisa dipungkiri, media sosial berperan besar dalam memperkuat mitos pohon pachira. Influencer, pebisnis tanaman, hingga content creator ikut menyebarkan cerita tentang bagaimana pachira membawa keberuntungan. Mereka memamerkan sudut rumah yang dipercantik oleh pohon ini, lengkap dengan testimoni “sejak menaruh pachira, rezeki lancar dan suasana rumah jadi adem.” Konten semacam ini terus beredar dan menciptakan efek domino, di mana orang merasa perlu membeli pachira bukan karena suka, tapi karena takut ketinggalan keberuntungan yang dijanjikan oleh mitos pohon pachira.

Dampaknya terasa juga di sektor bisnis tanaman. Banyak penjual yang mulai mengganti stok mereka dan menyesuaikan produk dengan tren yang digerakkan oleh mitos pohon pachira. Tanaman ini sering dikemas secara khusus—pot cantik, label menarik, hingga kartu ucapan bertema rezeki. Ini menciptakan pasar baru yang tidak hanya menjual tanaman, tapi juga harapan. Mitos pohon pachira telah menciptakan celah bisnis yang menguntungkan, meski tidak semua pelaku industri setuju bahwa tren ini sehat secara jangka panjang.

Di sisi lain, tidak sedikit yang skeptis terhadap mitos pohon pachira. Para pecinta tanaman sejati melihat tren ini sebagai bentuk komersialisasi berlebihan yang menggeser nilai-nilai orisinal dalam bercocok tanam. Mereka merasa mitos pohon pachira mengubah tanaman dari objek alam menjadi simbol transaksional. Akibatnya, banyak orang membeli pachira hanya karena katanya membawa keberuntungan, tanpa memahami cara merawat atau memperhatikan kebutuhan dasarnya. Hal ini menyebabkan tingkat kematian tanaman meningkat, karena pemiliknya lebih percaya pada mitos ketimbang ilmu perawatan.

Fenomena mitos pohon pachira juga berdampak pada cara orang memandang tanaman lokal. Banyak tanaman asli negara kita yang sebetulnya indah dan bermanfaat malah dilupakan, karena tidak punya “narasi keberuntungan” seperti pachira. Di titik ini, mitos pohon pachira menjadi semacam penjajah halus dalam dunia tanaman hias: ia mengambil tempat, perhatian, dan uang dari konsumen hanya karena cerita yang melekat padanya. Ini memunculkan pertanyaan: apakah kita masih memilih tanaman berdasarkan kecintaan, atau semata karena sugesti?

Meski demikian, tidak semua efek dari mitos pohon pachira bersifat negatif. Dalam beberapa kasus, mitos ini berhasil menarik perhatian masyarakat yang sebelumnya tidak peduli dengan dunia tanaman. Banyak orang yang awalnya membeli pachira karena mitos, namun akhirnya jatuh cinta pada kegiatan berkebun. Dari situlah muncul ketertarikan yang lebih luas terhadap tanaman hias lain, teknik merawat tanaman, hingga aspek ekologis dari bercocok tanam di rumah. Jadi, mitos pohon pachira bisa juga menjadi gerbang menuju gaya hidup yang lebih hijau dan sadar lingkungan.

Di tengah pandemi dan ketidakpastian ekonomi beberapa tahun terakhir, mitos pohon pachira juga berfungsi sebagai penenang psikologis. Orang merasa lebih tenang dengan menghadirkan sesuatu yang diyakini membawa energi positif ke rumah. Dalam konteks ini, mitos pohon pachira tidak lagi sekadar dongeng, tapi menjadi semacam “ritual modern” yang memberi rasa kontrol dalam situasi yang sulit dikendalikan. Ini adalah sisi manusiawi dari kepercayaan: mencari pegangan, bahkan jika itu berupa pohon kecil dalam pot.

Namun demikian, penting untuk membedakan antara kepercayaan dan kebenaran objektif. Mitos pohon pachira boleh jadi memberi semangat dan harapan, tapi tidak bisa dijadikan dasar untuk membuat keputusan besar atau menilai kualitas hidup. Sebaiknya masyarakat mulai menyeimbangkan antara narasi spiritual dan fakta ilmiah, agar tidak terjebak dalam tren yang bisa merugikan dalam jangka panjang. Jika kita menyukai pachira karena bentuknya yang unik dan mudah dirawat, itu adalah alasan yang sah. Tapi jika semua orang membelinya hanya karena mitos pohon pachira, maka pasar tanaman akan terus berputar di lingkaran sugesti, bukan apresiasi.

Tren tanaman hias memang dinamis, dan selalu dipengaruhi banyak faktor—dari estetika, media sosial, hingga cerita seperti mitos pohon pachira. Selama kita bisa tetap kritis dan sadar, tidak ada salahnya menikmati keindahan tanaman sambil membiarkan sedikit cerita menyertainya. Yang penting, jangan biarkan mitos pohon pachira sepenuhnya menentukan apa yang kita tanam dan kenapa kita menanamnya.




© 2025 OyotPrivacyDisclaimerContactLogin