Oyot: Jangan Telan Mentah-Mentah Mitos Ketan Hitam

Mitos Ketan Hitam
Written by Kak Oyot in Mitos.

Di banyak daerah, ketan hitam bukan sekadar makanan. Ia punya tempat istimewa dalam berbagai tradisi dan kepercayaan. Sayangnya, semakin berkembangnya cerita turun-temurun, semakin banyak pula mitos ketan hitam yang beredar tanpa dasar yang jelas. Masyarakat seringkali menerima informasi ini apa adanya, tanpa menguji kebenarannya, seolah-olah semua yang terdengar "alami" atau "tradisional" pasti baik dan benar.

Salah satu mitos ketan hitam yang paling sering terdengar adalah klaim bahwa ketan hitam bisa menyuburkan kandungan. Tak sedikit pasangan yang sedang berusaha punya anak kemudian memasukkan ketan hitam ke dalam menu harian mereka, berharap hasil positif hanya dari mengonsumsi bubur manis ini. Padahal, sampai saat ini belum ada penelitian ilmiah yang secara tegas membuktikan bahwa ketan hitam memang punya efek langsung terhadap kesuburan. Nilai gizinya memang bagus—mengandung serat, antioksidan, dan vitamin—tapi itu tidak otomatis menjadikannya alat peningkat fertilitas.

Mitos ketan hitam juga sering muncul dalam kaitannya dengan pantangan makanan. Ada yang percaya bahwa ketan hitam harus dihindari oleh ibu hamil karena bisa menyebabkan keguguran. Ironisnya, ini bertolak belakang dengan klaim bahwa ketan hitam bisa membantu kehamilan. Dua mitos ketan hitam ini justru membingungkan masyarakat, dan memperlihatkan betapa kaburnya batas antara kepercayaan dan fakta. Tanpa literasi gizi yang baik, banyak orang akhirnya hanya memilih berdasarkan cerita yang paling sering didengar, bukan yang paling benar.

Dalam beberapa komunitas, mitos ketan hitam juga dikaitkan dengan kekuatan mistis. Ada anggapan bahwa ketan hitam bisa digunakan untuk ritual tolak bala atau penolak gangguan gaib. Masyarakat yang percaya hal ini kadang menjadikan ketan hitam sebagai bagian dari sesajen atau ritual khusus. Tidak ada yang salah dengan menghormati tradisi, tetapi tetap penting untuk menyadari bahwa mitos ketan hitam dalam konteks ini tidak punya dasar ilmiah atau logis. Ia hanya hidup sebagai bagian dari budaya, bukan sebagai kebenaran yang mutlak.

Tak jarang, mitos ketan hitam juga dimanfaatkan oleh pelaku usaha kuliner atau produsen makanan untuk tujuan pemasaran. Kata-kata seperti “beras ketan hitam dipercaya menyembuhkan berbagai penyakit” atau “ramuan warisan leluhur” sering dipakai untuk menarik minat konsumen. Padahal, konsumen berhak mendapatkan informasi yang jujur, bukan sekadar narasi pemasaran berbasis mitos ketan hitam yang belum tentu benar. Promosi semacam ini bisa menyesatkan, terutama jika konsumen menganggapnya sebagai pengganti pengobatan yang sebenarnya.

Ada pula klaim bahwa ketan hitam bisa menurunkan kadar kolesterol, menyembuhkan diabetes, bahkan memperpanjang umur. Lagi-lagi, mitos ketan hitam ini muncul dari tafsir bebas atas hasil penelitian tentang antioksidan yang terkandung dalam ketan hitam. Kandungan antosianin memang tinggi, dan itu bagus untuk tubuh. Tapi, menyimpulkan bahwa ketan hitam adalah “superfood” yang bisa menyembuhkan segala penyakit adalah lompatan berpikir yang tidak bertanggung jawab. Nutrisi itu kompleks, dan kesehatan tidak bergantung pada satu bahan saja.

Di era media sosial, mitos ketan hitam menyebar lebih cepat daripada sebelumnya. Video pendek, testimoni personal, hingga infografik yang terlihat meyakinkan bisa dengan mudah dipercaya banyak orang. Algoritma pun memperparah situasi: ketika seseorang mulai menyukai konten bertema herbal atau makanan tradisional, platform digital akan menyajikan lebih banyak konten sejenis, tanpa menyaring akurasi. Mitos ketan hitam yang dulu hanya beredar dari mulut ke mulut kini punya panggung yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya.

Bukan berarti ketan hitam tidak layak dikonsumsi. Justru sebaliknya, ketan hitam adalah sumber karbohidrat kompleks yang bisa menjadi bagian dari pola makan sehat. Tapi kita perlu membedakan antara manfaat nyata dan mitos ketan hitam yang tidak berdasar. Jika tidak hati-hati, kita bisa jatuh ke dalam pola pikir yang menggampangkan masalah kesehatan. Mengandalkan ketan hitam untuk menyembuhkan penyakit kronis, misalnya, bisa membuat seseorang menunda pengobatan medis yang sebenarnya sangat dibutuhkan.

Generasi muda perlu lebih kritis terhadap segala bentuk informasi, terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan makanan. Mitos ketan hitam adalah contoh nyata bagaimana tradisi bisa bercampur dengan klaim yang tidak berdasar. Penting untuk mempertanyakan, mencari sumber yang kredibel, dan tidak langsung percaya hanya karena “katanya”. Apalagi jika klaim tersebut bisa mempengaruhi keputusan penting dalam hidup, seperti program hamil, diet, atau pengobatan penyakit.

Sebagai bagian dari budaya, ketan hitam layak dihargai. Ia punya nilai historis, rasa yang khas, dan potensi ekonomi yang bagus. Tapi menghargai tradisi bukan berarti membenarkan mitos ketan hitam yang tidak didukung oleh data atau logika. Kita bisa tetap menikmati ketan hitam sebagai makanan lezat sambil bersikap kritis terhadap narasi-narasi yang melekat padanya. Karena pada akhirnya, kesehatan kita tidak boleh digadaikan demi cerita yang belum tentu benar. Jangan telan mentah-mentah mitos ketan hitam—cerna baik-baik, lalu pikirkan lagi.




© 2025 OyotPrivacyDisclaimerContactLogin