Oyot: Mengapa Biar Lambat Asal Selamat Masih Relevan di Jalan Raya

Biar Lambat Asal Selamat
Written by Kak Oyot in Peribahasa.

Di tengah dunia yang makin terburu-buru, jalan raya menjadi cerminan nyata dari budaya serba cepat. Setiap hari, kita menyaksikan pengendara yang menyalip sembarangan, melanggar lampu merah, atau memacu kendaraan melebihi batas kecepatan. Namun di balik semua itu, satu prinsip sederhana terus bergema: biar lambat asal selamat. Prinsip ini bukan sekadar peribahasa tua yang dilupakan zaman, melainkan pegangan yang justru makin relevan ketika jalanan menjadi medan penuh risiko.

Saat kita bertanya apa arti peribahasa biar lambat asal selamat, jawabannya bukan sekadar soal kecepatan, tetapi soal prioritas. Ini tentang memilih keselamatan daripada kecepatan, tentang menyadari bahwa nyawa tidak bisa dibeli ulang. Di jalan raya, terlalu banyak contoh bagaimana tergesa-gesa berakhir tragis. Dari kecelakaan beruntun karena mengantuk atau tidak sabar, sampai kehilangan nyawa hanya karena ingin tiba lima menit lebih cepat. Biar lambat asal selamat adalah pengingat bahwa waktu bisa dikejar, tapi hidup tidak bisa diulang.

Banyak orang menganggap bahwa menjadi cepat adalah bentuk efisiensi. Tapi ketika efisiensi berbalik menjadi bahaya, makna efisiensi itu sendiri patut dipertanyakan. Dalam konteks berkendara, biar lambat asal selamat adalah bentuk efisiensi yang sesungguhnya—menghindari kerugian besar yang bisa muncul dari kecelakaan: kehilangan kendaraan, biaya rumah sakit, dan luka yang bisa menetap seumur hidup. Semua itu bisa dihindari hanya dengan sedikit kesabaran.

Sayangnya, masih banyak yang memandang bahwa mematuhi batas kecepatan atau memberi jalan kepada pejalan kaki adalah tanda kelemahan. Dalam pandangan mereka, biar lambat asal selamat terdengar seperti menyerah terhadap ritme hidup modern. Padahal, justru sebaliknya. Dibutuhkan keberanian untuk menahan ego, untuk tidak terpancing ketika pengendara lain menyodok dari belakang, atau untuk tetap tenang saat jalanan macet. Biar lambat asal selamat adalah bentuk tanggung jawab, bukan kelemahan.

Mereka yang sudah pernah mengalami kecelakaan, atau kehilangan orang tersayang di jalan raya, biasanya memahami betul apa arti peribahasa biar lambat asal selamat. Pengalaman pahit menjadi guru keras yang mengajarkan bahwa tidak ada hal di dunia ini yang layak dipertaruhkan dengan keselamatan. Sering kali, hanya setelah musibah terjadi, barulah kesadaran itu muncul. Tapi mengapa menunggu tragedi untuk belajar, jika kita bisa mulai dari sekarang?

Biar lambat asal selamat juga berlaku dalam konteks mengemudi saat kondisi tidak ideal. Ketika hujan deras mengguyur jalan, atau saat berkendara malam hari dalam kabut, memaksa diri untuk tetap cepat adalah kebodohan. Tidak sedikit kecelakaan terjadi bukan karena kendaraan rusak, tapi karena pengemudinya nekat. Dalam situasi seperti ini, biar lambat asal selamat bukan sekadar pilihan bijak, tapi keharusan.

Teknologi juga tidak selalu jadi penyelamat. Meski banyak mobil dan motor modern dilengkapi fitur keselamatan canggih, tetap saja keputusan terakhir ada di tangan pengemudi. Tidak ada fitur secanggih apa pun yang bisa mengimbangi sikap sembrono. Itulah sebabnya, biar lambat asal selamat tetap menjadi prinsip dasar yang tak tergantikan oleh kemajuan teknologi. Mesin bisa dikendalikan, tapi manusia perlu mengendalikan dirinya lebih dulu.

Penting juga dipahami bahwa biar lambat asal selamat bukan hanya tentang diri sendiri, tapi juga soal tanggung jawab sosial. Setiap kali kita memilih untuk tidak ngebut, kita juga sedang melindungi orang lain—pejalan kaki, pesepeda, pengendara lain yang mungkin lebih rentan. Di jalan raya, setiap keputusan punya konsekuensi. Dan setiap pengemudi adalah bagian dari ekosistem keselamatan. Maka biar lambat asal selamat bukan hanya soal pribadi, tapi soal kolektif.

Kesadaran akan pentingnya prinsip ini seharusnya ditanamkan sejak dini. Anak-anak yang melihat orang tuanya sabar saat mengemudi, tidak marah-marah saat macet, akan menumbuhkan mentalitas yang sehat terhadap keselamatan. Dalam pendidikan berlalu lintas pun, frasa biar lambat asal selamat seharusnya menjadi landasan utama. Karena nilai-nilai seperti inilah yang kelak membentuk karakter generasi pengguna jalan berikutnya.

Dalam akhir perjalanan siapa pun, keselamatan akan selalu lebih penting daripada kecepatan. Tidak ada prestasi dalam ngebut, tidak ada kebanggaan dalam menyalip dengan bahaya. Maka selagi masih ada waktu untuk memilih, pilihlah yang pasti: biar lambat asal selamat. Karena dalam kehidupan nyata, tiba lebih lambat tapi utuh jauh lebih baik daripada tidak tiba sama sekali.




© 2025 OyotPrivacyDisclaimerContactLogin