
Percaya atau tidak, mitos pacaran ke pantai bisa bikin galau bagi banyak pasangan muda yang sedang dimabuk cinta. Entah dari mana asalnya, mitos pacaran ke pantai ini begitu melekat di benak anak-anak muda yang percaya bahwa pantai bukan tempat yang aman untuk menghabiskan waktu bersama pasangan. Ada yang bilang hubungannya akan kandas, ada pula yang menyebutkan bahwa pacaran ke pantai adalah pertanda hubungan akan segera diuji oleh masalah besar. Hal inilah yang membuat banyak orang berpikir dua kali sebelum mengajak kekasihnya menikmati sunset atau berjalan di pasir pantai berdua.
Fenomena mitos pacaran ke pantai ini bukanlah sesuatu yang baru. Sudah sejak lama beredar cerita-cerita di media sosial, blog, dan bahkan kisah-kisah dari mulut ke mulut tentang pasangan yang awalnya bahagia namun setelah berlibur ke pantai justru harus mengakhiri hubungan mereka. Meskipun tidak ada bukti ilmiah yang membenarkan hal ini, mitos pacaran ke pantai terus dipercayai dan diwariskan seolah-olah itu adalah hukum yang tak tertulis dalam dunia percintaan. Hal ini tentu membuat pasangan yang awalnya hanya ingin liburan romantis menjadi dilanda keraguan.
Tidak sedikit yang akhirnya menghindari pantai saat merencanakan liburan dengan pacar. Bukan karena tidak suka suasana laut, tapi karena takut terhadap konsekuensi yang dikaitkan dengan mitos pacaran ke pantai. Padahal, bagi sebagian orang, pantai adalah tempat yang sangat indah untuk membangun kenangan bersama orang tersayang. Sayangnya, kepercayaan terhadap mitos pacaran ke pantai membuat tempat tersebut seolah menjadi zona merah bagi para pasangan yang ingin menjaga kelanggengan hubungan mereka.
Beberapa orang yang nekat melawan mitos pacaran ke pantai pun mengaku mengalami pengalaman aneh. Ada yang bertengkar tanpa sebab saat di pantai, ada yang tiba-tiba merasa suasana menjadi tidak nyaman, dan ada pula yang merasa hubungan mereka mulai merenggang setelah pulang dari sana. Cerita-cerita semacam ini memperkuat kepercayaan bahwa mitos pacaran ke pantai bukan sekadar omong kosong. Apalagi jika kejadian tersebut terjadi berulang kali di antara pasangan-pasangan yang berbeda, seolah mitos ini memiliki kekuatan tersendiri yang tidak bisa dijelaskan dengan logika.
Namun, tak sedikit juga yang merasa mitos pacaran ke pantai hanyalah sugesti semata. Mereka yang tidak percaya akan mitos ini bahkan menjadikan pantai sebagai destinasi favorit untuk kencan, foto prewedding, bahkan melamar pasangan. Mereka berpendapat bahwa mitos pacaran ke pantai hanyalah efek dari ekspektasi yang terlalu tinggi atau emosi yang tidak stabil saat berlibur. Liburan yang seharusnya menyenangkan menjadi beban karena pasangan terlalu terpengaruh oleh mitos pacaran ke pantai yang sebenarnya bisa dihindari jika hubungan dijalani dengan komunikasi yang sehat dan saling pengertian.
Sisi menarik dari mitos pacaran ke pantai adalah bagaimana ia membentuk pola pikir kolektif. Meski terdengar irasional, kepercayaan terhadap mitos ini sudah menyebar luas dan menjadi bagian dari budaya populer, terutama di kalangan generasi muda. Bahkan ada yang menganggap bahwa menguji hubungan lewat mitos pacaran ke pantai adalah semacam tantangan. Jika hubungan tetap bertahan setelah pacaran ke pantai, maka hubungan itu dianggap kuat dan layak diperjuangkan. Sebaliknya, jika kandas, maka dianggap sudah takdir atau tanda bahwa hubungan memang tidak ditakdirkan bertahan lama.
Media sosial juga berperan besar dalam menyebarkan mitos pacaran ke pantai. Banyak unggahan yang menceritakan kisah putus cinta usai berlibur ke pantai, lengkap dengan foto-foto manis sebelum perpisahan. Visualisasi ini membuat mitos pacaran ke pantai semakin terlihat nyata. Dalam dunia yang sangat terhubung seperti sekarang, satu cerita bisa menjadi pemicu kepercayaan massal, dan mitos pacaran ke pantai adalah contoh nyata dari hal tersebut. Padahal bisa saja semua itu hanyalah kebetulan semata yang keburu diberi makna lebih oleh warganet yang suka hal-hal dramatis.
Terlepas dari benar atau tidaknya, mitos pacaran ke pantai bisa menjadi refleksi tentang bagaimana manusia sering kali mencari penjelasan untuk hal-hal yang tidak terduga dalam hubungan. Saat sebuah hubungan kandas tanpa sebab jelas, manusia cenderung mencari kambing hitam, dan mitos pacaran ke pantai sering kali dijadikan sasaran. Daripada mengintrospeksi diri atau mencari solusi, lebih mudah menyalahkan suasana, tempat, atau bahkan mitos yang berkembang. Di sinilah galau itu muncul, ketika kita lebih percaya pada cerita-cerita mistis dibanding realita hubungan yang mungkin sudah retak dari awal.
Maka dari itu, jika Anda dan pasangan sedang merencanakan liburan, jangan biarkan mitos pacaran ke pantai membatasi kebahagiaan kalian. Hubungan yang sehat dibangun dari komunikasi, kepercayaan, dan pengertian, bukan dari lokasi kencan semata. Mitos pacaran ke pantai mungkin bisa bikin galau, tapi pada akhirnya hanya Anda dan pasanganlah yang bisa menentukan arah hubungan kalian, bukan cerita-cerita tak berdasar yang beredar di internet.